Sabtu, 19 Juni 2010

Rasionalisme

Rasionalisme adalah paham yang menyatakan kebenaran haruslah ditentukan melalui pembuktian, logika, dan dan analisis yang berdasarkan fakta. Paham ini menjadi salah satu bagian dari renaissance atau pencerahan dimana timbul perlawanan terhadap gereja yang menyebar ajaran dengan dogma-dogma yang tidak bisa diterima oleh logika.
Filsafat Rasionalisme sangat menjunjung tinggi akal sebagai sumber dari segala pembenaran. Segala sesuatu harus diukur dan dinilai berdasarkan logika yang jelas. Titik tolak pandangan ini didasarkan kepada logika matematika. Pandangan ini sangat popular pada abad 17. Tokoh-tokohnya adalah Rene Descartes (1596-1650), Benedictus de Spinoza – biasa dikenal: Barukh Spinoza (1632-1677), G.W. Leibniz (1646-1716), Blaise Pascal (1623-1662).

Hubungan Jiwa dan Badan : Descartes mengatakan bahwa aku itu terdiri dari dua substansi, yakni substansi jiwa dan substansi jasmani atau materi. Descartes selanjutnya membedakan antara substansi manusia dan hewan pada rasio atau jiwanya.

Descartes mengatakan, manusia memiliki kebebasan yang mana tidak dimiliki oleh hewan. Hewan dalam prilakunya selalu terbentuk secara otomatis, bukan dengan kebebasan karena hewan tidak memiliki jiwa sebagai dasar kemandirian substansi.

Adapun kesamaan antara hewan dan manusia adalah pada jasmani atau tubuhnya, karena itu bisa dikatakan bahwa sesungguhnya tubuh manusiapun sebenarnya berjalan secara otomatis dan tunduk kepada hukum-hukum alam.

Descartes selanjutnya menyebut tubuh adalah sebagai L`homme machine atau mesin yang bisa berjalan secara otomatis (berjalan sendiri). Badan bisa bergerak, bernafas, mengedarkan darah dan seterusnya tanpa campur tangan pikiran atau jiwa. Perbedaannya adalah kalau pada manusia mesin ini diatur atau dikontrol oleh jiwa sementara pada hewan mesin ini berjalan secara alami atau otomatis.

Bagaimana jiwa mengatur atau mengontrol tubuh (mesin), Descartes menjelaskannya dengan menunjukkan sebuah kelenjar kecil (glandula pinealis) yang ada di otak sebagai semacam jembatan. Dengan adanya kelenjar kecil yang berfungsi sebagai jembatan penghubung ini maka tubuh bisa merepleksikan aktifitas-aktifitas unik seperti gembira, bersedih, tertawa , murung dan lain-lain.

Etika

Dalam hal etika, Descartes mempunyai pandangan dualitas dimana disatu sisi dikatakan manusia bebas dan independen dan disisi lainnya dikatakan bahwa kebebasan tersebut tidak independen melainkan dituntun oleh Tuhan.

Descartes mengatakan, untuk mencapai jiwa yang bebas dan independen maka kita harus mengendalikan hasrat-hasrat yang ada didalam diri kita sehingga jiwa bisa menguasai tingkah laku kita sepenuhnya. Dengan menguasai atau mengontrol hasrat dan tingkah laku, manusia bisa memiliki kebebasan spiritual. Hal ini bisa terjadi karena hasrat dan nafsu seperti : cinta, kebencian, kekaguman, kegembiraan, kesedihan dan gairah dianggap sebagai keadaan pasif dari jiwa dan jika manusia mampu menaklukkan nafsu-nafsu ini maka dia akan bebas dan independen.
Akan tetapi kata Descartes, yang disebut bebas dan independen dalam pengertian otonomi tersebut bukanlah bebas mutlak melainkan bebas berdasarkan penyelenggaraan Ilahi.

Problem dan Pengaruh Filsafat Descartes

Pandangan Filsafat Descartes terutama tentang dasar filsafat cogito nya, selanjutnya dipercaya sebagai tonggak dimulainya filsafat rasionalis. Dengan cogito Descartes mengandaikan bahwa pikiran atau kesadaran akan melukiskan kenyataan diluar pikiran kita, dengan kata lain keadaan diluar pikiran atau kenyataan yang kita temui diluar pikiran adalah bersumber dari pikiran atau kesadaran diri kita. Dengan cara menyadari kesadaran diri kita sendiri maka kita akan mengenal dunia diluar diri kita.

Pandangan Descartes tersebut dikemudian hari malah menimbulkan problem yang sangat mendasar, jika dikatakan bahwa pikiranlah yang melukiskan kenyataan diluar pikiran, namun pada kenyataan tidak disemua lukisan akan menampilkan kenyataan.
Dengan kata lain, Descartes hanya berpijak kepada salah satu alat sementara alat yang lainnya ( kenyataan material ) diabaikan. Descartes beranggapan bahwa hanya dengan rasio atau kesadaran (cogito) maka kita akan mengenali diri dan pikiran kita, sementara kenyataannya kita masih melihat adanya ada lain di alam kenyataan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar