Jumat, 18 Juni 2010

Eksistensialisme

Mengapa saya ada? Apa tujuan hidup saya? Apa makna kehidupan yang ada pada saya ini? Itulah sejumlah pertanyaan yang berkenaan dengan keberadaan diri. Dalam filsafat, pertanyan tersebut merupakan pertanyaan yang bersifat eksistensialisme.

Smith dan Raeper menyebutkan bahwa filsafat eksistensialisme ini merupakan filsafat para pemberontak. Eksistensialisme dipusatkan pada diri individu dan masalah-masalah eksistensi. Kata-kata kunci yang sering kembali dalam tulisan-tulisan para eksistensialis ialah kebebasan, individualitas, tanggung jawab, dan pilihan. Oleh karena itu, filsafat ini cenderung bersifat subjektif; menyangkut saya dan bagaimana saya hidup.

Ada tiga filsuf eksistensialis yang terbesar, yaitu Soren Kierkegaard (1813 -- 1855), Martin Heidegger (1889 -- 1976), dan Jean Paul Sartre (1905 -- 1980). Dari ketiganya, Kierkegaard dianggap sebagai pelopor filsafat ini, bapak eksistensialisme.

KIERKEGAARD DAN TRAGEDI

Kierkegaard lahir di Kopenhagen, Denmark pada 5 Mei 1813, sebagai anak bungsu dari tujuh bersaudara. Ayahnya, Michael Pedersen Kierkegaard, merupakan pedagang grosir yang menjual kain, pakaian, dan makanan. Ia menikahi Ane Sorendatter Lund, seorang pembantu yang tidak pernah memperoleh pendidikan; istri pertamanya meninggal dua tahun setelah pernikahan mereka.

Setelah mengenyam pendidikan di sekolah putra yang prestisius di Borgerdydskolen, ia melanjutkan pendidikan tingginya di Universitas Kopenhagen. Di sini pria yang bernama lengkap Soren Aabye Kierkegaard ini mempelajari filsafat dan teologi. Sejumlah tokoh seperti F.C. Sibbern, Poul Martin Moller, dan H.L. Martensen menjadi gurunya di sana.

Ada banyak tragedi yang di sekitar pria yang juga menguasai bahasa Latin, bahasa Yunani, sejarah, matematika, sains, dan filsafat ini. Tragedi pertama menyangkut ayahnya yang merasa tidak pernah lepas dari dosa mengutuk Tuhan. Hidupnya juga menyimpan skandal dengan pembantu rumah tangganya yang kemudian menjadi istri keduanya. Lalu, saudara-saudara Kierkegaard banyak yang meninggal ketika masih begitu muda. Dua kakaknya, satu lelaki dan satu perempuan, meninggal sebelum ia berusia sembilan tahun. Tiga kakaknya yang lain, dua perempuan dan satu lelaki, meninggal sebelum ia berusia 21 tahun. Kakak tertuanya, Peter, akhirnya memilih hidup sebagai seorang uskup. Kierkegaard sendiri tidak pernah menikah seumur hidupnya. Ia membatalkan pertunangannya dengan Regina Olsen.

Meski demikian, talentanya yang luar biasa sudah muncul ketika menuliskan Journals, salah satu karya terbaiknya yang pernah diterbitkan. Ia mulai menulis karya tersebut ketika berusia dua puluh tahun. Mungkin bakatnya mulai terasah ketika turut mendengarkan diskusi mengenai filsafat Jerman yang sering dilakukan ayahnya di rumah mereka.

KIERKEGAARD DAN KRITIK TERHADAP GEREJA

Salah satu karya Kierkegaard yang tajam dihasilkannya menjelang akhir hayatnya. Peter Vardy, seorang dosen Filsafat Agama di Heythrope College, University of London, menganggap tulisan-tulisan Kierkegaard yang dikumpulkan dalam buku Attack upon Christendom merupakan kecaman paling keras yang pernah ditulis. Setidaknya, sepuluh artikel termuat di dalamnya sebagai kritik terhadap gereja yang dianggap Kierkegaard sudah melenceng dari hakikat gereja yang semestinya.

Kecaman Kierkegaard tersebut dipicu oleh pernyataan Profesor Martensen dalam pemakaman Uskup Mynster yang dinilainya sebagai upaya menarik perhatian masyarakat guna mendapatkan posisi sebagai uskup. Kecamannya ini semula ditujukan bagi Martensen, namun berkembang menjadi kritik terhadap seluruh gereja.

Dalam kecaman tersebut, Kierkegaard menganggap para imam dan gereja tidak lagi mewartakan Injil Kristus, tetapi mewartakan pesan kemapanan dan kegembiraan. Gereja justru memberikan rasa aman, penghargaan, dan kedudukan dalam masyarakat. Ia melihat gereja sudah mempermainkan Allah dengan memberitakan sesuatu yang menyimpang dari kekristenan Perjanjian Baru (PB).

Salah satu artikel yang berjudul "Judge for Yourself" mendorong pembacanya untuk beribadah di gereja dan mempertimbangkan sendiri apakah yang diwartakan sama dengan kekristenan PB yang mencakup keterlibatan sepenuh hati, komitmen, dan dedikasi total.

"Dunia Kristen" bukanlah Gereja Kristus ... dalam pengertian bagaimanapun juga. Tidak, saya katakan bahwa "Dunia Kristen" adalah omong kosong yang melekat pada Kristianitas seperti sarang laba-laba yang melekat di pohon, begitu eratnya sehingga sekarang ingin dianggap sebagai Kristianitas .... Bentuk keberadaan yang telah ditunjukkan oleh jutaan "Dunia Kristen" tidak berhubungan sama sekali dengan Perjanjian Baru." (Attack upon Christendom 192)
Kecaman Kierkegaard yang kian keras menimbulkan reaksi balik dari pihak gereja. Diaken Bloch mengancamnya dengan sanksi gereja. Namun, Kierkegaard menanggapi lewat tulisannya:

"Bila saya tidak mengubah diri, Sang Diaken akan menghukum saya dengan sanksi gereja. Lalu bagaimana? Hukuman itu memang direncanaan dengan kejam; sebegitu kejamnya sehingga saya mengatakan para para wanita untuk menyediakan obat amonia agar mereka tidak pingsan sewaktu mendengarnya. Bila saya tidak mengubah diri, pintu gereja akan tertutup bagi saya. Mengerikan! Jadi, bila saya tidak mengubah diri, saya akan sendirian di luar pintu, dan pada hari Minggu saya tidak dapat lagi mendengarkan kefasihan bicara para saksi kebenaran." (Attack upon Christendom 47)

Bagi Kierkegaard, ibadah yang benar hanya "terletak pada pelaksanaan kehendak Allah" dan gereja tidak mutlak diperlukan untuk itu. Ini tidak berarti bahwa ia mendukung penghapusan gereja Kristus. Ia justru mengemukakan bahaya yang diakibatkan oleh keputusan untuk menetapkan lembaga gereja sebagai pengganti gereja Kristus. Dan ia melihat tugasnya sebagai memperkenalkan kembali kekristenan ke dalam dunia Kristen. Ia sepenuhnya sadar bahwa keselamatan tidak bergantung pada perintah para imam, tetapi pada perintah Allah.
Kierkegaard beranggapan, jauh lebih baik untuk menyerang dan menolak kekristenan daripada turut serta dalam mengejek kekristenan dalam kebobrokan yang ditunjukkan gereja.

KARYA-KARYA KIERKEGAARD LAINNYA

Kierkegaard banyak menghasilkan karya tulis di sepanjang hidupnya. Meskipun pada mulanya berbagai tulisannya tidak terlalu diperhatikan, pada masa-masa berikutnya, karya-karyanya tersebut memengaruhi banyak tokoh lain. Sebut saja Heidegger, Sartre, bahkan para teolog abad dua puluh seperti Karl Barth, Rudolf Bultmann, Paul Tillich, dan Dietriech Bonhoeffer.
Pada dasarnya, karya-karya Kierkegaard dapat dikelompokkan dalam dua periode. Periode pertama ditulis antara 1841 dan 1845. Sebagian besar bernuansa filosofis dan estetis, beberapa ditulis dalam nama samaran, Johannes Climacus. Karya-karya dalam periode ini ialah The Concept of Irony with Constant Reference to Socrates (1841), Either/Or (1843), Fear and Trembling (1842), The Concept of Dread (1844), Stages on Life's Way (1844), Philosophical Fragments(1844), Concluding Unscientific Postscript to the Philosophical Fragments (1846), dan sejumlah Edifying Discourses.

Periode kedua dalam kepenulisannya lebih ditekankan pada kekristenan. Pada masa ini, tulisan-tulisannya banyak ditujukan pada gereja. Karya-karya yang ia hasilkan pada masa ini ialah Works of Love (1847), Christian Discourses (1848), dan Training in Christianity (1850). Sementara itu, Journal terus ia tulis sampai akhir hayatnya.

Berikut ringkasan sejumlah karyanya.
• Either/Or (Enten/Eller) - 1843
Buku ini terdiri dari dua bagian yang mempertentangkan pandangan hidup yang estetis dengan yang etis. Karya yang panjang ini menampilkan catatan-catatan pribadi, esai-esai dan percobaan-percobaan psikologis untuk menggoda ahli estetika serta serangkaian surat yang ditulis seorang hakim kepada ahli estetika yang menyanjung sisi positif pernikahan dan kehidupan etis. Struktur dialektis karya ini tidak memberikan penyelesaian, atau "sintesis" dalam konsep Hegelian, untuk dua pandangan hidup yang bertentangan. Karya ini berfungsi baik sebagai kritik maupun parodi terhadap filsafat Hegelian.

• Fear and Trembling (Frygt og Baeven) - 1844
Mengambil contoh pegorbanan Ishak oleh Abraham untuk menyelidiki penundaan etika teleologi (ajaran atau kepercayaan bahwa segala tindakan disebabkan karena adanya tujuan yang ingin dicapai). Hal ini merupakan kebutuhan akan ketaatan mutlak terhadap perintah Allah meskipun perintah itu tidak masuk akal atau tidak bermoral.

• Philosophical Fragments (Philosophiske Smuler) - 1844
Melalui karya ini, Kierkegaard memerinci elemen subjektif yang diperlukan dalam mendapatkan pengetahuan dengan menelusuri doktrin inkarnasi dan apakah kebahagiaan abadi dapat didasarkan pada peristiwa sejarah.

• Concluding Unscientific Postscript (Afsluttende uvidenskabelig Efterskrift) - 1845
Sambungan Philosophical Fragments yang berpendapat bahwa semua kebenaran harus secara subjektif cocok dan tidak ada jaminan adanya pengetahuan objektif. Kierkegaard mengangkat Kristus, tokoh yang penuh paradoks, yang adalah manusia dan Allah. Ia menekankan bahwa hal ini tidak dapat dipahami secara logis (sebagaimana dalam sintesa Hegel. Seseorang hanya bisa memiliki sebuah komitmen yang subjektif yang sungguh-sungguh terhadap kepercayaan ini atau kepercayaan lain.

• Works Of Love (Kjerlighedens Gjerninger) - 1846
Sebuah esei yang meneliti perintah "Kasihilah sesamamu seperti kau mengasihi dirimu sendiri'. Karya itu menekankan kualitas cinta yang tak terlukiskan, meneliti siapakah 'sesama' dan bagaimana cinta sejati (tidak egois) hanya mungkin didapat jika kita mengenal Tuhan dan menjadi wujud alami iman.

• Practice in Christianity (Indøvelse I Christendom) - 1850
Karya ini merupakan serangan yang murni dilancarkan Kierkegaard, ditujukan kepada gereja mapan yang mencoba meminimalisir serangan dalam rangka melayani dunia. Melalui karya ini, ia hendak memperkenalkan kembali kekristenan PB kepada dunia Kristen.

• The Changelessness of God: A Discourse (Guds Uforanderlighed. En Tale) - 1855
Karya yang didasarkan pada khotbah tentang Yakobus 1:17 ini memuji ketetapan Tuhan dan mendorong pembaca untuk mengikut Dia. Tapi pembaca juga diingatkan untuk berhati-hati dalam bertindak karena mereka akan diadili oleh Tuhan dengan ketetapan tak tergoyahkan yang sama.

AKHIR HAYAT

Meskipun melancarkan kritik yang sangat keras terhadap gereja, ia tetap berkunjung ke gereja. Tidak untuk menghadiri ibadah. Ia hanya duduk di luar gereja dengan tenang pada hari Minggu. Namun, ia tetap memberikan perpuluhan kepada gereja.

Ketika ia hendak pulang ke rumah dengan uang terakhir yang dimilikinya, Kierkegaard terjatuh tak sadarkan diri. Ia dibawa ke rumah sakit dan meninggal lima minggu kemudian. Ia meninggal pada tanggal 11 November 1855. Pemakaman Kierkegaard tidak dihadiri oleh pendeta manapun. Hanya dua orang sepenting Peter, saudara laki-lakinya yang telah menjadi uskup, dan dekan dari sebuah katedral.

Anaximandros

Anaximandros adalah seorang filsuf dari Mazhab Miletos dan merupakan murid dari Thales. Seperti Thales, dirinya dan Anaximenes tergolong sebagai filsuf-filsuf dari Miletos yang menjadi perintis filsafat Barat. Anaximandros adalah filsuf pertama yang meninggalkan bukti tulisan berbentuk prosa. Akan tetapi, dari tulisan Anaximandros hanya satu fragmen yang masih tersimpan hingga kini.
Riwayat Hidup
Peta Bumi menurut Anaximandros
Menurut Apollodorus, seorang penulis Yunani kuno, Anaximandros (610-546 SM) telah berumur 63 tahun pada saat Olimpiade ke-58 yang dilaksanakan tahun 547/546 SM. Karena itu, diperkirakan Anaximandros lahir sekitar tahun 610 SM. Kemudian disebutkan pula bahwa Anaximandros meninggal tidak lama setelah Olmpiade tersebut usai, sehingga waktu kematiannya diperkirakan pada tahun 546 SM.
Menurut tradisi Yunani kuno, Anaximandros memiliki jasa-jasa di dalam bidang astronomi dan geografi. Misalnya saja, Anaximandros dikatakan sebagai orang yang pertama kali membuat peta bumi. Usahanya dalam bidang geografi dapat dilihat ketika ia memimpin ekspedisi dari Miletos untuk mendirikan kota perantauan baru ke Apollonia di Laut Hitam. Selain itu, Anaximandros telah menemukan, atau mengadaptasi, suatu jam matahari sederhana yang dinamakan gnomon. Ditambah lagi, ia mampu memprediksi kapan terjadi gempa bumi. Kemudian ia juga menyelidiki fenomena-fenomena alam seperti gerhana, petir, dan juga mengenai asal mula kehidupan, termasuk asal-mula manusia. Kendati ia lebih muda 15 tahun dari Thales, namun ia meninggal dua tahun sebelum gurunya itu.
Pemikiran
To Apeiron sebagai prinsip dasar segala sesuatu
Meskipun Anaximandros merupakan murid Thales, namun ia menjadi terkenal justru karena mengkritik pandangan gurunya mengenai air sebagai prinsip dasar (arche) segala sesuatu. Menurutnya, bila air merupakan prinsip dasar segala sesuatu, maka seharusnya air terdapat di dalam segala sesuatu, dan tidak ada lagi zat yang berlawanan dengannya. Namun kenyataannya, air dan api saling berlawanan sehingga air bukanlah zat yang ada di dalam segala sesuatu. Karena itu, Anaximandros berpendapat bahwa tidak mungkin mencari prinsip dasar tersebut dari zat yang empiris. Prinsip dasar itu haruslah pada sesuatu yang lebih mendalam dan tidak dapat diamati oleh panca indera. Anaximandros mengatakan bahwa prinsip dasar segala sesuatu adalah to apeiron.
To apeiron berasal dari bahasa Yunani a=tidak dan eras=batas. Ia merupakan suatu prinsip abstrak yang menjadi prinsip dasar segala sesuatu. Ia bersifat ilahi, abadi, tak terubahkan, dan meliputi segala sesuatu. Dari prinsip inilah berasal segala sesuatu yang ada di dalam jagad raya sebagai unsur-unsur yang berlawanan (yang panas dan dingin, yang kering dan yang basah, malam dan terang). Kemudian kepada prinsip ini juga semua pada akhirnya akan kembali.
Pandangan tentang Alam Semesta
Gambaran Alam Semesta menurut Anaximandros
Dengan prinsip to apeiron, Anaximandros membangun pandangannya tentang alam semesta. Menurut Anaximandros, dari to apeiron berasal segala sesuatu yang berlawanan, yang terus berperang satu sama lain. Yang panas membalut yang dingin sehingga yang dingin itu terkandung di dalamnya. Dari yang dingin itu terjadilah yang cair dan beku. Yang beku inilah yang kemudian menjadi bumi. Api yang membalut yang dingin itu kemudian terpecah-pecah pula. Pecahan-pecahan tersebut berputar-putar kemudian terpisah-pisah sehingga terciptalah matahari, bulan, dan bintang-bintang. Bumi dikatakan berbentuk silinder, yang lebarnya tiga kali lebih besar dari tingginya. Bumi tidak jatuh karena kedudukannya berada pada pusat jagad raya, dengan jarak yang sama dengan semua benda lain.
Mengenai bumi, Thales telah menjelaskan bahwa bumi melayang di atas lautan. Akan tetapi, perlu dijelaskan pula mengenai asal mula lautan. Anaximandros menyatakan bahwa bumi pada awalnya dibalut oleh udara yang basah. Karena berputar terus-menerus, maka berangsur-angsur bumi menjadi kering. Akhirnya, tinggalah udara yang basah itu sebagai laut pada bumi.
Pandangan tentang Makhluk Hidup
Mengenai terjadinya makhluk hidup di bumi, Anaximandros berpendapat bahwa pada awalnya bumi diliputi air semata-mata. Karena itu, makhluk hidup pertama yang ada di bumi adalah hewan yang hidup dalam air, misalnya makhluk seperti ikan. Karena panas yang ada di sekitar bumi, ada laut yang mengering dan menjadi daratan. Di ditulah, mulai ada makhluk-makhluk lain yang naik ke daratan dan mulai berkembang di darat. Ia berargumentasi bahwa tidak mungkin manusia yang menjadi makhluk pertama yang hidup di darat sebab bayi manusia memerlukan asuhan orang lain pada fase awal kehidupannya. Karena itu, pastilah makhluk pertama yang naik ke darat adalah sejenis ikan yang beradaptasi di daratan dan kemudian menjadi manusia.

Anaxagoras

Anaxagoras adalah salah seorang filsuf dari mazhab pluralisme. Filsuf lain yang tergolong di dalam mazhab ini adalah Empedokles. Anaxagoras, sebagaimana Empedokles, mengajarkan bahwa realitas alam semesta berasal dari banyak prinsip. Anaxagoras hidup sezaman dengan Empedokles dan juga para filsuf atomis awal, seperti Leukippos dan Demokritos. Anaxagoras diketahui mengarang satu buku dalam bentuk prosa. Akan tetapi, hanya beberapa fragmen dari bagian pertama yang masih tersimpan.


Riwayat Hidup



Anaxagoras (500-428 SM) lahir di kota Klazomenai, Ionia, Asia Kecil, sekitar tahun 500 SM. Pada tahun 480 SM, Anaxagoras meninggalkan kota asalnya dan menetap di Athena. Ia tinggal di Athena selama kurang lebih 50 tahun. Dengan demikian Anaxagoras menjadi filsuf pertama yang berkarya di Athena, yang nantinya akan menjadi pusat Filsafat Yunani.



Di Athena Anaxagoras berteman dengan Pericles, seorang politikus terkenal di Athena. Selain itu, disebutkan pula bahwa Euripides, dramawan tersohor kesusasteraan Yunani, adalah murid Anaxagoras.



Ketika Pericles telah berusia lanjut, musuh-musuhnya berhasil memfitnah Anaxagoras dengan tuduhan murtad dan Anaxagoras diancam hukuman mati. Tampaknya Anaxagoras difitnah karena ia menganggap matahari dan bulan bukan sebagai dewa melainkan benda-benda material semata. Dengan pertolongan Pericles, ia dilepaskan dari penjara dan melarikan diri ke kota Lampsakos. Anaxagoras dikatakan meninggal di sana pada usia 72 tahun.



Pemikiran



Tentang Benih-Benih sebagai Prinsip Alam Semesta



Anaxagoras sama seperti Empedokles yang menyatakan bahwa prinsip dasar yang menyusun alam semesta tidaklah tunggal, namun mereka berbeda di dalam jumlahnya. Empedokles menyatakan bahwa hanya ada 4 zat yang menjadi prinsip alam semesta, sedangkan Anaxagoras menyatakan bahwa jumlah prinsip tersebut tak terhingga. Zat-zat tersebut disebutnya "benih-benih" (spermata). Menurut Anaxagoras, setiap benda, bahkan seluruh realitas di alam semesta, tersusun dari suatu campuran yang mengandung semua benih dalam jumlah tertentu. Indera manusia tidak dapat mencerap semua benih yang ada di dalam satu benda, melainkan hanya benih yang dominan. Contohnya jikalau manusia melihat emas, maka ia dapat langsung mengenalinya sebagai emas, sebab benih yang dominan pada benda tersebut adalah benih emas. Akan tetapi, pada kenyataannya selain benih emas, benda itu juga mempunyai benih tembaga, perak, besi, dan sebagainya. Hanya saja semua benih tersebut tidak dominan sehingga tidak ditangkap oleh indera manusia.



Argumentasi yang ditunjukkan oleh Anaxagoras adalah melalui tubuh manusia. Di dalam tubuh manusia terdapat berbagai unsur, seperti daging, kuku, darah, rambut, dan sebagainya. Bagaimana mungkin rambut dan kuku tumbuh, padahal manusia tidak memakan rambut atau kuku? Pemecahan yang diberikan Anaxagoras adalah karena di dalam makanan telah terdapat benih rambut, kuku, daging, dan semua unsur lainnya.



Tentang Nous



Jikalau Empedokles menyatakan ada dua prinsip yang menyebabkan perubahan-perubahan dari zat-zat dasar, yakni "cinta" dan "benci", maka Anaxagoras menyatakan hanya ada satu prinsip yang mendorong perubahan-perubahan dari benih-benih tersebut, yakni nous. Nous berarti "roh" atau "rasio". Ia tidak tercampur dengan benih-benih dan terpisah dari semua benda, namun menjadi prinsip yang mengatur segala sesuatu.



Masih menjadi perdebatan apakah nous yang dimaksudkannya bersifat materi atau tidak, sebab Anaxagoras mengatakan bahwa nous merupakan unsur yang paling halus dan paling murni dari segala yang ada. Akan tetapi, jelas bahwa Anaxagoras adalah filsuf pertama yang menetapkan kemandirian roh atau rasio terhadap semua zat atau materi.



Tentang Alam Semesta



Ajaran Anaxagoras tentang alam semesta mirip dengan filsuf-filsuf pertama dari Ionia, khususnya Anaximenes. Anaxagoras berpendapat bahwa badan-badan jagat raya terdiri dari batu-batu yang berpijar akibat kecepatan tinggi dari pusaran angin yang menggerakkannya.





Tentang Makhluk Hidup



Anaxagoras adalah filsuf pertama yang membedakan secara jelas antara makhluk hidup dengan yang tidak hidup. Dikatakan bahwa nous memang menguasai segala-galanya, namun tidak ada di dalam makhluk yang tidak hidup, termasuk tumbuh-tumbuhan.



Tentang Pengenalan



Berbeda dari Empedokles yang menyatakan bahwa yang sama mengenal yang sama, menurut Anaxagoras prinsip pengenalan justru yang berlawanan mengenal yang berlawanan. Argumentasi yang diberikan olehnya adalah pengenalan inderawi manusia yang disertai rasa nyeri, misalnya bila tangan meraba air panas, atau mata melihat benda yang terlalu terang.

Altruisme

Altruisme adalah perhatian terhadap kesejahteraan orang lain tanpa memperhatikan diri sendiri. Perilaku ini merupakan kebajikan yang ada dalam banyak budaya dan dianggap penting oleh beberapa agama. Gagasan ini sering digambarkan sebagai aturan emas etika. Beberapa aliran filsafat, seperti Objektivisme berpendapat bahwa altruisme adalah suatu keburukan. Altruisme adalah lawan dari sifat egois yang mementingkan diri sendiri.

Altruisme dapat dibedakan dengan perasaan loyalitas dan kewajiban. Altruisme memusatkan perhatian pada motivasi untuk membantu orang lain dan keinginan untuk melakukan kebaikan tanpa memperhatikan ganjaran, sementara kewajiban memusatkan perhatian pada tuntutan moral dari individu tertentu (seperti Tuhan, raja), organisasi khusus (seperti pemerintah), atau konsep abstrak (seperti patriotisme, dsb). Beberapa orang dapat merasakan altruisme sekaligus kewajiban, sementara yang lainnya tidak. Altruisme murni memberi tanpa memperhatikan ganjaran atau keuntungan.

Konsep ini telah ada sejak lama dalam sejarah pemikiran filsafat dan etika, dan akhir-akhir ini menjadi topik dalam psikologi (terutama psikologi evolusioner), sosiologi, biologi, dan etologi. Gagasan altruisme dari satu bidang dapat memberikan dampak bagi bidang lain, tapi metoda dan pusat perhatian dari bidang-bidang ini menghasilkan perspektif-perspektif berbeda terhadap altruisme.